PEJABAT KORUPSI, SIAPA
YANG SALAH
KORUPSI, bagaikan penyakit KANKER yang menggerogoti tubuh
kita dari dalam yang pada akhirnya bisa membawa kepada kematian. Penghambat
pembangunan yang paling tinggi kontribusinya adalah KORUPSI. Itulah sebabnya
seluruh dunia tidak ada yang membiarkan penyakit tersebut berkembang baik di
perusahaan swasat maupun perusahaan pemerintah dan terlebih dalam institusi
pemerintahan.
Siapapun yang melakukan korupsi merupakan musuh negara, yang
harus diberi hukuman seberat-beratnya. Betapa
tidak, karena mereka bersenang-senang, berfoy-foya di atas penderitaan rakyat.
Rakyat kebanyakan hidup dalam keterpurukan dan terperosok ke dalam lembah
penderitaan, sementara ada segelintir manusia yang berleha-leha, berpesta pora
siang malam dengan menghamburkan uang rakyat.
Atas alasan itulah, perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir
dan harus diberantas. Semua pihak harus bekerjasama untuk memberantas perbuatan
terkutuk tersebut.
Namun ada pertanyaan mendasar yang harus kita cerna, “Mengapa
mereka korupsi”. Pertanyaan inilah yang harus kita jawab sehingga kita bisa
mengetahui apa sesungguhnya penyebab seseorang harus KORUPI. Dengan demikian
kita bisa dilakukan upaya untuk menanggkal ataupun menghentikan seseorang dari
perbuatan terkutuk tersebut.
Kebutuhan mendasar yang didorong oleh impuls sel dalam tubuh
yang memaksa kita merasakan lapar dan haus yang akirnya mendorong individu
tegiur untuk ingin makan, sampai akhirnya timbul kebutuhan akan makanan dan
minuman tersebut. Sehingga sangat alamiah
dan manusiawi ketika manusia butuh makan, butuh minum untuk memenuhi tuntutan
tubuh yang ditimbulkan oleh impuls tubuh berupa insting. Hanya saja lambat laun
pengaruh kebutuhan tersebut telah mendorong manusia untuk mulai mengumpul,
mengoleksi benda-benda penghilang lapar dan dahaga tersebut dengan harapan pada
saat dibutuhkan sudah tersedia. Kehendak untuk memiliki dan mengoleksi lebih
banyak lambat laun mestimulasi rasa gridi(serakah), rakus, golojo kata orang
Manado, mulai muncul dalam batin setiap individu.
Dorangan yang kuat yang tidak sepadan dengan kondisi ekonomi seseorang memicu
akal setiap individu untuk berpikir strategis, taktis, hanya sayang terkadang
dibungkus halus oleh rasa rakus, serakah, golojo yang menjerumuskan orang untuk
memperoleh benda-benda pemenuh kebutuhan tersebut dengan tidak halal, yaitu
dengan mencuri, maling, korupsi. Apalah namanya, intinya memperoleh semua materi
tersebut dengan tidak dengan cara yang halal atau tidak layak, melanggar hukum
bahkan melanggar 10 hukum Taurat.
Perkembangan selanjutnya jiwa materialisme mulai terbentuk,
dan mengakar, dan berkembang menjadi suatu kebiasaan buruk. Anehnya lagi
kebiasaan buruk ini telah menyebar luas dan seakan diterima sebagai perbuatan
membanggakan, sampai sipelaku sudah tidak merasa malu, takut atau ada rasa
bersalah ketika melakukan perbuatan tersebut. Karena pertarungan untuk
mendapatkan predikat orang kaya, banyak uang, menjadi ajang sangat menarik dan
membanggakan.
Pada setiap ajang Pilkada, selain masyarakat berpikir bahwa
ini kesempatan, dan juga sebagai upaya balas dendam kepada perilaku pejabat
yang cuek bebek kalau sudah jadi pejabat, sehingga masyarakat melakukan praktek
memeras para calon. Pemikiran ini muncul dengan dilatarbelakangi seperti saya
sebutkan yaitu; dendam terhadap sikap pejabat yang cuek bebek dan sulit
ditemui, mengambil kesempatan siapa butuh siapa, dan juga evoria pemilihan
dimana waktu yang tepat untuk mendapatkan uang.
Namun setelah pemimpin terpilih, tentu tidak bisa
dipersalahkan kalau mereka harus mencari cara untuk mengembalikan modal yang
mereka keluarkan ketika pilkada atau pemilu. Sangat manusiawi ketika mereka
berpkiri seperti itu. Yang sayangnya
tindakan tersebut tidak dibenarkan oleh hukum. Maka banyaklah pejabat yang
hidupnya berakir di penjara, hanya karena tidak mampu mengendalikan dorongan
materialisme yang diboncengi oleh rasa serakah, rakus sehingga mereka
menghalalkan cara tidak terpuji untuk mengumpul harta, dengan menggeroti dan
menguras uang milik Negara.
Dorongan materialisme, dan tuntutan sosial yang memaksa
mereka merogo kocek waktu pemilu atau pilkada telah memaksa atau mendesak
mereka untuk KORUPSI.
Sekarang pertanyaan besar KORUPSI SIAPA YANG SALAH.?
Tidak bisa mengelak, masyarakat juga telah ikut mendorong
para pemimpin di daerah ataupun dipusat melakukan KORUPSI. Dengan cara apa? Ya
dengan cara kita memloroti dana para calon sebagai upaya balas dendam atas
sikap cuek-bebek dari para pejabat, ataupun para calon sengaja juga melakukan
cara ini dengan mengambil kesepatan pada situasi masyarakat yang memang
mengharapkan ada pemberikan dari para calon. Kedua kebutuhan tersebut dimana
satu masyarakat berharap memanfaatkan kesempatan momentum pilkada, dan sang
calon berharap bisa memenangi kontestasi dengan cara licik, sehingga terciptalah
perbuatan tidak terpuji yang sama-sama jahatnya tersebut. Dengan menerima uang
dari para calon, kita sudah berkontribusi dalam hal mendorong Para Pemimpin
melakukan KORUPSI.
Sekarang telah muncul kesadaran masal yang terjadi dimasyarakat.
Ternyata dengan menerima MONEY POLITIK adalah sebuah kesalahan besar. Karena telah
membuat Pejabat korupsi, selain itu ternyata yang dikorupsi adalah uang rakyat.
Uang untuk pembangunan. Untuk jalah, jembatan, tanggul penahan longsor dan
abrasi kali atau pantai, untuk bantuan sosial, Dana untuk kepentingan pembangunan
itulah yang telah DIKORUPSI oleh para pejabat ini. Yang akhirnya yang mendertia
adalah rakyat sendiri.
Jadi dengan menyadari hal tersebut, “MASIHKAN KITA MEMAKSA
PARA CALON BERBUAT MONEY POLITIC”.
Disisi lain sikap
masyarakat yang menghendaki uang ini, dimanfaatkan oleh para pemimpin yang
tidak memilki kemampuan, yang hanya mengandalkan uang untuk memenangkan
pertarungan pada even pilkada tersebut. Akrirnya Daerah harus dipimpin oleh mereka
yang sebenarnya tidak memiliki kempampun , tidak kompeten, tidak kredibel, tidak kapabel untuk memimpin suatu Daerah. Para pemimpin dadakan yang lahir dari MONEY
POLITIC ini pada akhirnya hanya mengandalkan kekuasaan dalam memimpin. Salah
sedikit lengserkan para pejabat dibawahnya, geser, rolling pejabat yang
akhirnya merusak tatanan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pada akhirnya berakibat pada kemunduran pembangunan pada
suatu Daerah.
SOLUSI. TINGGALKANLAH CARA MEMILIH PEMIMPIN YANG HANYA
MENGANDALKAN UANG. Pilihlah Pemimpin dengan mempertimbangkan kualitas,
kompetensi, kredibilias, kapabilitas atau singkatnya pilihlah yang
berkemampuan. Dan jangan lagi kita
tergiur dengan uang semata, beras dan cocacola. Karena pemimpin yang tidak berkualitas dan
meracuni masyarakat dengan uang, beras atau cocacola pasti akan merusak tatanan
dalam jajaran pemerintahan, dan mematikan kreatifitas, inovatifitas, dan
produktifitas pegawai, dan lebih parah lagi adalah menghambat kemajuan
pembangunan di daerah.
Dan yang sudah pasti adalah “MEREKA AKAN KURUSPI”
Demikian wajangan singkat ini. Semoga dapat memberikan
pencerahan bagi masyarakat dan memberikan petunjuk singkat dalam memilih
Pemimpin di Daerah.
Salam HELLO FOR SITARO MANTAP.
Helfried Lombo
Phone : 081385893809
Tidak ada komentar:
Posting Komentar