Entri yang Diunggulkan

THE NEW ERA - CYBERSPACE (DUNIA MAYA), SIAPA YANG MENGENDALIKANNYA

THE NEW ERA – CYBERSPACE (DUNIA MAYA) SIAPA YANG MENGENDALIKANNYA Peradaban dunia kini berubah begitu cepat, dunia seakan menjadi kec...

Minggu, 27 Maret 2016

PEJABAT KORUPSI, SIAPA YANG SALAH?

PEJABAT KORUPSI, SIAPA YANG SALAH

KORUPSI, bagaikan penyakit KANKER yang menggerogoti tubuh kita dari dalam yang pada akhirnya bisa membawa kepada kematian. Penghambat pembangunan yang paling tinggi kontribusinya adalah KORUPSI. Itulah sebabnya seluruh dunia tidak ada yang membiarkan penyakit tersebut berkembang baik di perusahaan swasat maupun perusahaan pemerintah dan terlebih dalam institusi pemerintahan.
Siapapun yang melakukan korupsi merupakan musuh negara, yang harus diberi hukuman seberat-beratnya.  Betapa tidak, karena mereka bersenang-senang, berfoy-foya di atas penderitaan rakyat. Rakyat kebanyakan hidup dalam keterpurukan dan terperosok ke dalam lembah penderitaan, sementara ada segelintir manusia yang berleha-leha, berpesta pora siang malam dengan menghamburkan uang rakyat.
Atas alasan itulah, perbuatan tersebut tidak dapat ditolerir dan harus diberantas. Semua pihak harus bekerjasama untuk memberantas perbuatan terkutuk tersebut.
Namun ada pertanyaan mendasar yang harus kita cerna, “Mengapa mereka korupsi”. Pertanyaan inilah yang harus kita jawab sehingga kita bisa mengetahui apa sesungguhnya penyebab seseorang harus KORUPI. Dengan demikian kita bisa dilakukan upaya untuk menanggkal ataupun menghentikan seseorang dari perbuatan terkutuk tersebut.
Kebutuhan mendasar yang didorong oleh impuls sel dalam tubuh yang memaksa kita merasakan lapar dan haus yang akirnya mendorong individu tegiur untuk ingin makan, sampai akhirnya timbul kebutuhan akan makanan dan minuman tersebut.  Sehingga sangat alamiah dan manusiawi ketika manusia butuh makan, butuh minum untuk memenuhi tuntutan tubuh yang ditimbulkan oleh impuls tubuh berupa insting. Hanya saja lambat laun pengaruh kebutuhan tersebut telah mendorong manusia untuk mulai mengumpul, mengoleksi benda-benda penghilang lapar dan dahaga tersebut dengan harapan pada saat dibutuhkan sudah tersedia. Kehendak untuk memiliki dan mengoleksi lebih banyak lambat laun mestimulasi rasa gridi(serakah), rakus, golojo kata orang Manado,  mulai muncul dalam batin setiap individu. Dorangan yang kuat yang tidak sepadan dengan kondisi ekonomi seseorang memicu akal setiap individu untuk berpikir strategis, taktis, hanya sayang terkadang dibungkus halus oleh rasa rakus, serakah, golojo yang menjerumuskan orang untuk memperoleh benda-benda pemenuh kebutuhan tersebut dengan tidak halal, yaitu dengan mencuri, maling, korupsi. Apalah namanya, intinya memperoleh semua materi tersebut dengan tidak dengan cara yang halal atau tidak layak, melanggar hukum bahkan melanggar 10 hukum Taurat.
Perkembangan selanjutnya jiwa materialisme mulai terbentuk, dan mengakar, dan berkembang menjadi suatu kebiasaan buruk. Anehnya lagi kebiasaan buruk ini telah menyebar luas dan seakan diterima sebagai perbuatan membanggakan, sampai sipelaku sudah tidak merasa malu, takut atau ada rasa bersalah ketika melakukan perbuatan tersebut. Karena pertarungan untuk mendapatkan predikat orang kaya, banyak uang, menjadi ajang sangat menarik dan membanggakan.
Pada setiap ajang Pilkada, selain masyarakat berpikir bahwa ini kesempatan, dan juga sebagai upaya balas dendam kepada perilaku pejabat yang cuek bebek kalau sudah jadi pejabat, sehingga masyarakat melakukan praktek memeras para calon. Pemikiran ini muncul dengan dilatarbelakangi seperti saya sebutkan yaitu; dendam terhadap sikap pejabat yang cuek bebek dan sulit ditemui, mengambil kesempatan siapa butuh siapa, dan juga evoria pemilihan dimana waktu yang tepat untuk mendapatkan uang.
Namun setelah pemimpin terpilih, tentu tidak bisa dipersalahkan kalau mereka harus mencari cara untuk mengembalikan modal yang mereka keluarkan ketika pilkada atau pemilu. Sangat manusiawi ketika mereka berpkiri seperti itu.  Yang sayangnya tindakan tersebut tidak dibenarkan oleh hukum. Maka banyaklah pejabat yang hidupnya berakir di penjara, hanya karena tidak mampu mengendalikan dorongan materialisme yang diboncengi oleh rasa serakah, rakus sehingga mereka menghalalkan cara tidak terpuji untuk mengumpul harta, dengan menggeroti dan menguras uang milik Negara.
Dorongan materialisme, dan tuntutan sosial yang memaksa mereka merogo kocek waktu pemilu atau pilkada telah memaksa atau mendesak mereka untuk KORUPSI.
Sekarang pertanyaan besar KORUPSI SIAPA YANG SALAH.?
Tidak bisa mengelak, masyarakat juga telah ikut mendorong para pemimpin di daerah ataupun dipusat melakukan KORUPSI. Dengan cara apa? Ya dengan cara kita memloroti dana para calon sebagai upaya balas dendam atas sikap cuek-bebek dari para pejabat, ataupun para calon sengaja juga melakukan cara ini dengan mengambil kesepatan pada situasi masyarakat yang memang mengharapkan ada pemberikan dari para calon. Kedua kebutuhan tersebut dimana satu masyarakat berharap memanfaatkan kesempatan momentum pilkada, dan sang calon berharap bisa memenangi kontestasi dengan cara licik, sehingga terciptalah perbuatan tidak terpuji yang sama-sama jahatnya tersebut. Dengan menerima uang dari para calon, kita sudah berkontribusi dalam hal mendorong Para Pemimpin melakukan KORUPSI.
Sekarang telah muncul  kesadaran masal yang terjadi dimasyarakat. Ternyata dengan menerima MONEY POLITIK  adalah sebuah kesalahan besar. Karena telah membuat Pejabat korupsi, selain itu ternyata yang dikorupsi adalah uang rakyat. Uang untuk pembangunan. Untuk jalah, jembatan, tanggul penahan longsor dan abrasi kali atau pantai, untuk bantuan sosial, Dana untuk kepentingan pembangunan itulah yang telah DIKORUPSI oleh para pejabat ini. Yang akhirnya yang mendertia adalah  rakyat sendiri.
Jadi dengan menyadari hal tersebut, “MASIHKAN KITA MEMAKSA PARA CALON BERBUAT MONEY POLITIC”.
Disisi lain  sikap masyarakat yang menghendaki uang ini, dimanfaatkan oleh para pemimpin yang tidak memilki kemampuan, yang hanya mengandalkan uang untuk memenangkan pertarungan pada even pilkada tersebut. Akrirnya Daerah harus dipimpin oleh mereka yang sebenarnya tidak memiliki kempampun , tidak kompeten,  tidak kredibel,  tidak kapabel untuk memimpin suatu Daerah.  Para pemimpin dadakan yang lahir dari MONEY POLITIC ini pada akhirnya hanya mengandalkan kekuasaan dalam memimpin. Salah sedikit lengserkan para pejabat dibawahnya, geser, rolling pejabat yang akhirnya merusak tatanan dalam penyelenggaraan pemerintahan.  Pada akhirnya  berakibat pada kemunduran pembangunan pada suatu Daerah.
SOLUSI. TINGGALKANLAH CARA MEMILIH PEMIMPIN YANG HANYA MENGANDALKAN UANG. Pilihlah Pemimpin dengan mempertimbangkan kualitas, kompetensi, kredibilias, kapabilitas atau singkatnya pilihlah yang berkemampuan.  Dan jangan lagi kita tergiur dengan uang semata, beras dan cocacola.  Karena pemimpin yang tidak berkualitas dan meracuni masyarakat dengan uang, beras atau cocacola pasti akan merusak tatanan dalam jajaran pemerintahan, dan mematikan kreatifitas, inovatifitas, dan produktifitas pegawai, dan lebih parah lagi adalah menghambat kemajuan pembangunan di daerah.
Dan yang sudah pasti adalah “MEREKA AKAN KURUSPI”
Demikian wajangan singkat ini. Semoga dapat memberikan pencerahan bagi masyarakat dan memberikan petunjuk singkat dalam memilih Pemimpin di Daerah.

Salam HELLO FOR SITARO MANTAP.

Helfried Lombo


Phone : 081385893809

Tidak ada komentar:

Posting Komentar